Minggu, 24 November 2019

Fungsi Pendidikan Masyarakat



1.      Fungsi PLS sebagai substitusi pendidikan sekolah
Substitusi atau pengganti mengandung arti bahwa PLS sepenuhnya menggantikan pendidikan sekolah bagi peserta didik yang karena berbagai alasan tidak bisa menempuh pendidikan sekolah. Materi pelajaran yang diberikan adalah sama dengan yang diberikan di pendidikan persekolahan. Contoh: Pendidikan Kesetaraan yaitu Paket A setara SD untuk anak usia 7-17 tahun, Pket B setara bagi anak usia 13-15 tahun, dan Paket C setara SLTP bagi remaja usia SLTA. Setelah peserta didik menamatkan studinya dan lulus ujian akhir, mereka memperoleh ijazah yang setara SD,SLTP dan SLTA.
2.      Fungsi PLS sebagai komplemen pendidikan sekolah
Pendidikan luar sekolah sebagai komplemen adalah pendidikan yang materinya melengkapai apa yang diperoleh di bangku sekolah. Ada  beberapa alasan sehingga materi pendidikan persekolahan harus dilengkapi pada PLS. Pertama, karena tidak semua hal yang dibutuhkan peserta didik dalam menempuh perkembangan fisik dan  psikisnya dapat dituangkan dalam kurikulum sekolah. Dengan demikian, jalur PLS merupakan wahana paling tepat untuk mengisi kebutuhan mereka. Kedua, memang ada kegiatan-kegiatan atau  pengalaman belajar tertentu yang tidak biasa diajarkan di sekolah. Misalnya olah raga prestasi, belajar bahasa asing di SD, dan sebagainya. Untuk pemenuhan kebutuhan belajar macam itu PLS merupakan saluran yang tepat. Bentuk-bentuk PLS yang berfungsi sebagai komplemen pendidikan sekolah dapat berupa kegiatan yang dilakukan di sekolah, seperti kegiatan ekstra kurikuler (pramuka, latihan drama, seni suara, PMR) atau kegiatan yang dilakukan di luar sekolah. Kegiatan terakhir ini dilakukan oleh lembaga-lembaga PLS yang diselenggarakan masyarakat dalam bentuk kursus, kelompok  belajar dan sebagainya.
3.      Fungsi PLS sebagai suplemen pendidikan sekolah
Pendidikan luar sekolah sebagai suplemen berarti kegiatan pendidikan yang materinya memberikan tambahan terhadap materi yang dipelajari di sekolah. Sasaran populasi PLS sebagai suplemen adalah anak-anak, remaja, pemuda atau orang dewasa, yang telah menyelesaikan jenjang  pendidikan sekolah tertentu (SD sampai PT). Mengapa mereka membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap tertentu sebagai tambahan pendidikan yang tidak diperoleh di sekolah? Pertama, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung sangat cepat,sehingga kurikulum sekolah sering ketinggalan. Oleh karena itu, lulusan pendidikan sekolah perlu menyesuaikan pengetahuan dan keterampilannya dengan perkembangan ilmu  pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Hal itu dapat ditempuh dengan melakukannya melalui PLS. Kedua, pada umumnya lulusan pendidikan sekolah belum sepenuhnya siap terjun ke dunia kerja. Oleh karena itu, lulusan tersebut perlu dibekali dengan  pengetahuan dan keterampilan yang diminta oleh dunia kerja melalui PLS. Ketiga, proses belajar itu sendiri berlangsung seumur hidup. Walaupun telah menamatkan pendidikan sekolah sampai jenjang tertinggi, seseorang masih perlu belajar untuk tetap menyelaraskan hidupnya dengan perkembangan dan tuntutan lingkungannya

Program Kesetaraan (equivalencey education)



Rendahnya kualitas sumberdaya manusia Indonesia saah satunya diakibatkan oleh tingginya angka putus sekolah. Oleh karena permasalahan-permasalahan tersebut, program kesetaraan merupakan program yang sangat vital dalam menjawab permasalahan mutu sumber daya manusia. sesuai  dengan fungsi dan perannya PKBM sebagai pusat kegiatan belajar masyarakat memiliki peran penting dalam mengembangkan program-program kesetaraan di tengah-tengah masyarakatnya.
Program kesetaraan melingkupi program kelompok belajar paket A setara SD/MI, dilaksanakan dengan prioritas kepada anak-anak usia sekolah dasar yang tidak sekolah atau putus sekolah dasar. Kegiatan ini dilaksanakan dalam kelompok belajar binaan PKBM dengan jumlah warga belajar minimal 20 sampai dengan 30 orang dan di bantu oleh beberapa orang tutor yang mengerti tentang Pendidikan dasar. Sistem kelas yang digunakan dalam paket A berbeda dengan sekolah formal SD/MI  yang di kenal dengan kelas 1 sampai kelas 6. Pada Pendidikan kesetaraan paket A dikenal dengan sistem level, dimana untuk level Pendidikan dasar paket A hanya memilliki 2 level yakni paket A awal dan paket A dasar atau dikenal dengan istilah darjah awal dan dasar.
Program kesetaraan paket B setara dengan SMP/MTS, ditujukan bagi masyarakat yang putus sekolah SMP/MTS dengan prioritas pada anak usia wajib belajar karena berbagai faktor tidk bisa melanjutkan seperti: karena alasan ekonomi, sosial, jarak sekolah yang jauh dan tidak terjangkau, dsb. Sistem kelas yang digunakan pada program paket B berbeda dengan sekolah formal SMP/MTS atau dalam program paket B tidak mengenal kelas 7, 8  dan 9 akan tetapi dikenal dengan istilah level atau darjah. Jumlah level pada program paket B ada dua yakni level 3 terampil 1 dan level 4 terampil 2.
Program kesetaraan paket C meruapakan program yang setara dengan SMA/MA. Program ini dikembangkan sebagai program Pendidikan alternative atau pilihan masyarakat, karena program paket c dikembangkan lebih profesional dan bersaing dengan kualitas Pendidikan sekolah (formal). Program paket C dikembangkan lebih kompetitif, terutama untuk menjawab berbagai keraguan masyarakat terhadap kualitas Pendidikan non formal. Jumlah warga belajar dalam program paket C adalah antar 40-50 orang.


Senin, 04 November 2019

FAKTA SEPUTAR PROSPEK KERJA JURUSAN PENMAS



Jurusan PENMAS (Pendidikan Masyarakat) yang dulu dikenal dengan nama PLS (Pendidikan Luar Sekolah) Merupakan salah satu jurusan yang memiliki prospek kerja yang menjanjikan. Hal itu karena lulusan dari Penmas dapat bekerja di berbagai aspek dalam dalam  Pendidikan dan tidak harus bekerja di dalam Pendidikan non formal saja. Karena sejatinya prospek kerja dari lulusan jurusan Penmas ini sangat luas sekali  adapun prospek kerja jurusan Penmas diantaranya adalah sebagai berikut:  
1. Sebagai Penilik Pendidikan Masyarakat
2. Sebagai pengelola dan penyelenggara program PNFI
3. Sebagai Dirjen PAUD dan Dikmas Kemendikbud
4. Sebagai Pamong Belajar
5. Sebagai Fasilitator PAUD
6. Sebagai Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
7.   Sebagai Badan Pemberdaya Masyarak
8. Sebagai Tenaga Lapangan Pendidikan Masyarakat
9. Sebagai Laboran
10.Sebagai Administrasi PNF
11.Sebagai Pengelola dan Tutor di Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM)
12. Sebagai pegawai di lingkungan Departemen Sosial (DINSOS)

Demikianlah tulisan mengenai Fakta Seputar Prospek Kerja Jurusan Penmas, yang mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiaannya saya ucapkan terimakasih.

Rabu, 30 Oktober 2019

5 STRATEGI DASAR PENDIDIKAN NONFORMAL

V
Dengan melebarnya pelaksanaan Pendidikan nonformal sesuai dengan kondisi dan konsep belajar Pendidikan non formal serta menjaga mutu dan sensitivitas Pendidikan nonformal di tengah-tengah masyarakat, maka lima strategi dasar yang perlu di kembangkan adalah:
1.      Pendekatan kemanusiaan (humanistic approach)
Masyarakat dipandang sebagai subjek pembangunan. Masyarakat diakui memiliki potensi untuk berkembang dan sedemikian rupa ditumbuhkan agar mampu membangun dirinya.
2.      Pendekatan partisipatif (participatory approach)
Mengandung arti, bahwa masyarakat, lembaga-lembaga terkait, dan/atau komunitas dilibatkan dalam pengelolaan dan pelaksanaan pembangunan masyarakat.
3.      Pendekatan kolaboratif (collaborative approach)
Dalam pembangunan masyarakat perlu adanya kerjasama dengan pihak lain (terintegrasi), terkoordinasi dan sinergi.
4.      Pendekatan berkelanjutan ( continuation approach)
Pembangunan masyarakat dilakukan secara berkesinambungan, untuk itulah pembinaan kader yang berasal dari masyarakat adalah hal yang paling cocok.
5.      Pendekatan budaya (cultural approach)
Penghargaan budaya dan kebiasaan, adat istiadat yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat dalam pembangunan masyarakat adalah hal yang perlu diperhatikan. (djuju Sudjana,2000)

Dengan kelima strategi tersebut, maka Pendidikan nonformal seperti apa yang dibutuhkan masyarakat dalam arti program Pendidikan non formal yang mampu menyentuh dan mengangkat masyarakat menjadi lebih baik dalam kehidupannya (better living) yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan (ekonomi), kesadaran akan lingkungan sosialnya, atau masyarakat yang mengerti dan memahami bagaimana membangun dirinya.

Sabtu, 19 Oktober 2019

Ciri-ciri dalam Proses Pemberdayaan Masyarakat

     

   kindevatter menyarankan beberapa ciri mendasar yang dapat diidentifikasi dalam proses pemberdayaan melalui pendidikan non formal meliputi:
  1. Pembentukan kelompok kecil yang dapat dilakukan berdasarkan umur yang sama, minat yang sama dan sukarela. Pemberdayaan menekankan pada kebersamaan langkah yang memungkinkan kelompok dapat berkembang.
  2. Pemberian tanggungjawab kepada warga belajar ini sudah dilibatkan dalam kegiatan perencanaan, penyusunan program sampai dengan evaluasi program yang sudah dlaksanakan.
  3. Kepemimpinan kelompok dipegang warga belajar. Semua kegiatan diatur oleh kelompok, sehingga semua warga belajar memiliki tanggung jawab dalam setiap kegiatan.
  4. Agen, guru, tutor sebagai pendidik berperan sebagai fasilitator.
  5. Proses pengambilan pesan untuk setiap kegiatan harus berdasarkan musyawarah bersama atau hasil pemungutan suara.
  6. Adanya kesamaan pandang dan langkah didalam mencapai tujuan tertentu, yang dapat ditumbuhkan dari masalah-masalah aktual. Analisis masalah dalam proses pemberdayaan merupakan hal yang sangat penting, dalam pelaksanaannya diperlukan fasilitator yang cakap dan jeli dalam mengungkapkan masalah atau kebutuhan yang dirasakan oleh warga belajar.
  7. Metode yang digunakan harus dipilih dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri bagi warga belajar seperti : dialog dan kelompok kegiatan belajar, antara lain; kelompok belajar dan lokakarya yang dilengkapi dengan peralatan yang dapat digunakan warga belajar dan berbagai latihan mandiri.
  8. Bahan belajar diarahkan pada kebutuhan/kenyataan hidup sehari-hari warga belajar. Dan kegiatan belajar ini pada akhirnya harus bertujuan untuk memperbaiki kehidupan sosial, eknomi dan atau kedudukan dalam bidang politik.

Rabu, 16 Oktober 2019

Tokoh-Tokoh PLS




Pentingnya peran Pendidikan non formal di masyarakat bisa dianalis dari jenis kebutuhan belajar yang beragam, hal ini sejalan dengan pendapat para ahli di bidang Pendidikan non formal. Berikut ialah tokoh-tokoh PLS yang ada diseluruh dunia:
a. Philip H. Coombs (1963)
 Philip H. Coombs mengatakan, akibat pertambahan penduduk yang makin pesat untuk memperoleh kesempatan pendidikan sehingga menyebabkan beban yang harus dipikul oleh pendidikan formal semakin berat, sumber-sumber yang digunakan untuk pendidikan kurang memadai sehingga pendidikan formal mengalami hambatan untuk merespon secara tepat terhadap pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, kelambatan sistem pendidikan formal untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di luar pendidikan serta kelemahan masyarakat tersendiri dalam memanfaatkan lembaga dan lulusan pendidikan formal sehingga jurang perbedaan antara jumlah dan kemampuan para lulusan dengan lapangan kerja makin bebas.

b. Ivan Illich (1972)
Ivan Illich (1972) mengatakan, sekolah memonopoli pendidikan dan lebih menitik beratkan produknya berupa lulusan yang hanya didasarkan atas hasil penelitian dengan menggunakan angka-angka dan ijazah, mengaburkan makna belajar dan mengajar, jenjang pendidikan dan tingkat kemampuan serta pemilikan ijazah dan kemampuan lulusan untuk berprestasi dan berinovasi, proses pendidikan dinominasi oleh guru dan pada gilirannya merampas harga diri peserta didik yang akan mengakibatkan lemahnya ketahanan pribadi peserta didik (kurangnya sikap kreatif dan kritis serta adanya rasa ketidakbebasan untuk mengembangkan kemampuan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki) serta tumbuhnya ketergantungan peserta didik kepada pihak lain yang dianggap lebih berkuasa.

c. Paulo Freire
Paulo Freire mengatakan, sepanjang adanya kelompok yang menekan dan kelompok yang merasa tertekan dalam suatu masyarakat yang tidak mungkin bisa berkembang secara demokratis, kreatif dan dinamis, ketidakberhasilan sekolah untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang memberi kemampuan kepada peserta didik untuk berpikir kritis sehingga mereka dapat mengenali, menganalisis dan memecahkan masalah yang timbul dalam dunia kehidupannya, situasi pembelajaran di sekolah pada umumnya tidak mengembangkan dialog antara pendidik dan peserta didik, tidak saling belajar dan sekolah lebih menekankan hubungan vertical antara guru dan dosen serta belajar mengajar di sekolah lebih didominasi oleh guru yang cenderung berperan sebagai penekan (oppressor) sedangkan peserta didik cenderung berada dalam situasi tertekan (oppressed).

d. Carl Rogers (1961)
            Carl Rogers mengatakan, bahwa proses pembelajaran pendidikan nonformal berpusat pada guru.

e. Abraham H. Maslaw (1954)
Abraham H. Maslaw mengatakan, bahwa tarap kehidupan peserta didik akan terus meningkat apabila dalam dirinya telah berkembang kemampuan untuk mengenali kenyataan diri melalui interaksi dengan lingkungan melalui penggunaan cara-cara baru.

f. Jerome S. Bruner (1966)
Jerome S. Bruner mengatakan, adanya dorongan yang tumbuh dari dalam diri peserta didik, adanya kebebasan peserta didik untuk memilih dan berbuat dalam kegiatan belajar, serta peserta didik tidak merasa terikat oleh pengaruh ganjaran dan hukuman yang datang dari luar dirinya yaitu dari guru.

g. B. F. Skinner (1968)
B. F. Skinner mengatakan, bahwa pada umumnya kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam pendidikan tidak didasarkan atas perkembangan lingkungan, kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh pendidik dan bukan oleh bahan dan cara belajar, serta peserta didik dan lulusan kurang tangkap terhadap kenyataan dan masalah yang terdapat dalam lingkungannya.

h. Malcolm S. Knowles (1977)
Malcolm S. Knowles menggabungkan teori psikologi dan pendekatan sistem untuk mengembangkan proses pembelajaran dan beranggapan bahwa, setiap peserta didik memiliki kebutuhan psikologi untuk mengarahkan diri supaya diakui oleh masyarakat, kegiatan belajar yang tepat ialah kegiatan yang melibatkan setiap peserta didik untuk alternatif jawaban terhadap pertanyaan atau masalah, peserta didik dapat mengarahkan dirinya sendiri untuk menemukan dan melakukan kegiatan yang tepat dalam memenuhi kebutuhan belajarnya. Faktor penyebabnya dikarenakan oleh sikap kaku yang terdapat pada pendidikan formal itu sendiri yang lamban untuk melakukan inovasi atau menyerap hal-hal yang baru datang dari luar sistemnya, orientasi terhadap pendidikan terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh birokrat atas lebih kuat dibandingkan dengan orientasinya terhadap kenyataan yang terdapat di luar sistem termasuk ke dalam kepentingan kehidupan para siswa.

Rabu, 02 Oktober 2019

Tugas Pendidik di Masyarakat

       


 Helmawati (2016:130), menjelaskan bahwa Pemimpin dan pemuka masyarakat adalah pendidik dalam lembaga pendidikan nonformal, macam-macam perkumpulan atau organisasi yang ada di masyarakat. sebenarnya masyarakat adalah kumpulan dari keluarga-keluarga, jika keluarga-keluarganya baik, otomatis masyarakatnya baik, Tentu saja dampak terhadap pendidikan anak di masyarakatpun akan baik karena pemimpin atau pemuka masyarakat dan anggota masyarakat lainnya akan mencontohkan dan mengajarkan hal-hal baik serta mencegah hal-hal buruk. Tugas pendidik dalam masyarakat adalah:
a. mendidik/membina
b. memakmurkan
c. memperbaiki
d. mengajak kepada kebaikan, dan
e. melarang perbuatan yang mungkar.
          Menyoroti tentang pendidik di masyarakat, Ahmad Tafsir melihat bahwa instansi kepolisian adalah salah satu kelompok yang besar pengaruhnya terhadap pendidikan anak (masyarakat). kepolisian, menurut teori, adalah lembaga pendidikan. Artinya, dalam proses memanusiakan manusia lembaga kepolisian harus ikut bertanggung jawab. Fungsi ini sekarang kurang optimal karena ada beberapa oknum yang melakukan tindakan kurang mendidik. Pada tingkat ekstrem, malah instansi ini dipertanyakan keberadaannya. Masihkah lembaga kepolisian dianggap sebagai salah satu tempat pendidikan?
           Penjara nama lainnya disebut sebagai lembaga pemasyarakatan. Di situ terkandung pengertian bahwa penjara adalah salah satu tempat pendidikan. Mendidik manusia yang jahat agar menyadari perbuatannya dan kembali menjadi manusia yang baik setelah keluar dari penjara. sekarang, fungsi inipun aganya dipertanyakan keberadaannya karena ada orang yang mengatakan" masuk mencuri ayam, keluar mencuri kambing". banyak anak muda yang masuk penjara karena menggunakan narkoba untuk kedua bahkan ketiga kalinya. Penjara sebagai pendidik yang seharusnya memberikan contoh yang baik bagi pelaku kejahatan bahkan ikut terlibat melakukan kejahatan yang dikendalikan dari dalam penjara. Dan bagaimana pula pelaku koruptor yang seharusnya mendekam di dalam penjara, ternyata dapat keluar masuk tempat tersebut sesuka hatinya. Masihkah fungsi penjara ini layak disebut sebagai salah satu tempat pendidikan.
        Selanjutnya adalah pengadilan. Pengadilan pada awalnya juga merupakan salah satu tempat pendidikan. Pengadilan membantu membuktikan dan memutuskan yang benar adalah benar dan yang salah. Tetapi pengadilan sekarang apa masih berfungsi dengan baik? bagaimana jika pengadilan mendemostrasikan ketidakadilan? ia berfungsi sebaliknya. Kemudian keberadaan partai politik, organisasi massa, atau LSM, masing-masing adalah juga kelompok orang yang dikategorikan sebagai pendidik. Apakah sekarang lembaga-lembaga itu berfungsi sebagai tempat pendidikan?
           Dengan merenungkan fakta-fakta di atas, tahulah mengapa hasil pendidikan sekarang jauh dari yang diharapkan. Mungkin saja banyak lulusan sekolah sangat menguasai salah satu bidang pengetahuan, atau sangat ahli dalam salah satu vokasi, tetapi bagaimana kualitas kemanusiaannya sebagai manusia?. Ingat, tujuan utama pendidikan ialah membantu manusia menjadi manusia.

Referensi:
Helmawati. 2016. Pendidikan Keluarga (Teoretis dan Praktis). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.