Rabu, 16 Oktober 2019

Tokoh-Tokoh PLS




Pentingnya peran Pendidikan non formal di masyarakat bisa dianalis dari jenis kebutuhan belajar yang beragam, hal ini sejalan dengan pendapat para ahli di bidang Pendidikan non formal. Berikut ialah tokoh-tokoh PLS yang ada diseluruh dunia:
a. Philip H. Coombs (1963)
 Philip H. Coombs mengatakan, akibat pertambahan penduduk yang makin pesat untuk memperoleh kesempatan pendidikan sehingga menyebabkan beban yang harus dipikul oleh pendidikan formal semakin berat, sumber-sumber yang digunakan untuk pendidikan kurang memadai sehingga pendidikan formal mengalami hambatan untuk merespon secara tepat terhadap pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, kelambatan sistem pendidikan formal untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di luar pendidikan serta kelemahan masyarakat tersendiri dalam memanfaatkan lembaga dan lulusan pendidikan formal sehingga jurang perbedaan antara jumlah dan kemampuan para lulusan dengan lapangan kerja makin bebas.

b. Ivan Illich (1972)
Ivan Illich (1972) mengatakan, sekolah memonopoli pendidikan dan lebih menitik beratkan produknya berupa lulusan yang hanya didasarkan atas hasil penelitian dengan menggunakan angka-angka dan ijazah, mengaburkan makna belajar dan mengajar, jenjang pendidikan dan tingkat kemampuan serta pemilikan ijazah dan kemampuan lulusan untuk berprestasi dan berinovasi, proses pendidikan dinominasi oleh guru dan pada gilirannya merampas harga diri peserta didik yang akan mengakibatkan lemahnya ketahanan pribadi peserta didik (kurangnya sikap kreatif dan kritis serta adanya rasa ketidakbebasan untuk mengembangkan kemampuan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki) serta tumbuhnya ketergantungan peserta didik kepada pihak lain yang dianggap lebih berkuasa.

c. Paulo Freire
Paulo Freire mengatakan, sepanjang adanya kelompok yang menekan dan kelompok yang merasa tertekan dalam suatu masyarakat yang tidak mungkin bisa berkembang secara demokratis, kreatif dan dinamis, ketidakberhasilan sekolah untuk mengembangkan situasi pembelajaran yang memberi kemampuan kepada peserta didik untuk berpikir kritis sehingga mereka dapat mengenali, menganalisis dan memecahkan masalah yang timbul dalam dunia kehidupannya, situasi pembelajaran di sekolah pada umumnya tidak mengembangkan dialog antara pendidik dan peserta didik, tidak saling belajar dan sekolah lebih menekankan hubungan vertical antara guru dan dosen serta belajar mengajar di sekolah lebih didominasi oleh guru yang cenderung berperan sebagai penekan (oppressor) sedangkan peserta didik cenderung berada dalam situasi tertekan (oppressed).

d. Carl Rogers (1961)
            Carl Rogers mengatakan, bahwa proses pembelajaran pendidikan nonformal berpusat pada guru.

e. Abraham H. Maslaw (1954)
Abraham H. Maslaw mengatakan, bahwa tarap kehidupan peserta didik akan terus meningkat apabila dalam dirinya telah berkembang kemampuan untuk mengenali kenyataan diri melalui interaksi dengan lingkungan melalui penggunaan cara-cara baru.

f. Jerome S. Bruner (1966)
Jerome S. Bruner mengatakan, adanya dorongan yang tumbuh dari dalam diri peserta didik, adanya kebebasan peserta didik untuk memilih dan berbuat dalam kegiatan belajar, serta peserta didik tidak merasa terikat oleh pengaruh ganjaran dan hukuman yang datang dari luar dirinya yaitu dari guru.

g. B. F. Skinner (1968)
B. F. Skinner mengatakan, bahwa pada umumnya kegiatan pembelajaran yang dilakukan dalam pendidikan tidak didasarkan atas perkembangan lingkungan, kegiatan pembelajaran lebih didominasi oleh pendidik dan bukan oleh bahan dan cara belajar, serta peserta didik dan lulusan kurang tangkap terhadap kenyataan dan masalah yang terdapat dalam lingkungannya.

h. Malcolm S. Knowles (1977)
Malcolm S. Knowles menggabungkan teori psikologi dan pendekatan sistem untuk mengembangkan proses pembelajaran dan beranggapan bahwa, setiap peserta didik memiliki kebutuhan psikologi untuk mengarahkan diri supaya diakui oleh masyarakat, kegiatan belajar yang tepat ialah kegiatan yang melibatkan setiap peserta didik untuk alternatif jawaban terhadap pertanyaan atau masalah, peserta didik dapat mengarahkan dirinya sendiri untuk menemukan dan melakukan kegiatan yang tepat dalam memenuhi kebutuhan belajarnya. Faktor penyebabnya dikarenakan oleh sikap kaku yang terdapat pada pendidikan formal itu sendiri yang lamban untuk melakukan inovasi atau menyerap hal-hal yang baru datang dari luar sistemnya, orientasi terhadap pendidikan terhadap aturan-aturan yang ditetapkan oleh birokrat atas lebih kuat dibandingkan dengan orientasinya terhadap kenyataan yang terdapat di luar sistem termasuk ke dalam kepentingan kehidupan para siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar